Taman Nasional Ujung Kulon Banten

Oleh : Najwa Jessar (Fakultas Kedokteran Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2023)

        Taman Nasional, sesuai dengan definisi yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990, adalah area konservasi alam yang memiliki lingkungan hidup asli dan dikelola melalui zonasi yang digunakan untuk keperluan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, mendukung keberagaman budaya, pariwisata, dan kegiatan rekreasi.

    Taman Nasional Ujung Kulon termasuk dalam kategori 21 Taman Nasional Model di Indonesia. Taman Nasional Ujung Kulon ini didirikan pada tanggal 26 Februari 1992, taman ini terletak di Kecamatan Sumur dan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.


    Kawasan Ujung Kulon ini pertama kali dipaparkan oleh seorang pakar Botani Jerman, F. Junghun pada Tahun 1846 ketika sedang mengumpulkan tanaman tropis. Pada waktu itu, keanekaragaman flora dan fauna Ujung Kulon sudah menjadi perhatian para peneliti. Bahkan, perjalanan ke Ujung Kulon ini dicatat dalam beberapa jurnal ilmiah beberapa tahun setelahnya. Tidak banyak catatan mengenai Ujung Kulon sampai meletusnya gunung krakatau pada tahun 1883. Letusan tersebut meninggalkan jejak yang signifikan dalam sejarah geologi regional serta berdampak pada ekosistem yang ada di sekitarnya. Sehingga, kawasan ini tidak hanya menjadi warisan alam yang penting bagi Banten, tetapi juga memiliki nilai sejarah yang kuat dalam konteks regional maupun global.

Berbagai habitat seperti padang rumput, hutan bakau, pantai yang masih alami, terumbu karang, serta keanekaragaman flora dan fauna menjadi bukti kemampuan alam dalam pulih dari letusan dahsyat gunung Krakatau.

Taman Nasional Ujung Kulon dianggap memiliki salah satu ekosistem paling asli dan murni di dunia, termasuk sebagai tempat perlindungan bagi hewan endemik yang terancam punah, seperti Badak Jawa dengan satu tanduknya yang dilindungi di Taman Nasional Ujung Kulon.

Seiring evolusi dan kepunahannya, saat ini hanya ada 5 jenis badak yang tersisa di dunia, tersebar di Benua Afrika (2 jenis) dan Asia (3 jenis). Badak-badak tersebut adalah badak india (Rhinoceros unicornis), badak jawa (Rhinoceros sondaicus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), serta dua jenis badak di Afrika, yaitu badak hitam (Diceros bicornis) dan badak putih (Ceratotherium simum). Khusus untuk badak sumatera dan badak jawa, keduanya hanya ada di Indonesia. Meskipun langka dan terancam punah, nasib mereka semakin memprihatinkan dengan populasi yang sedikit dan terganggu oleh perusakan habitat.

Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992, kawasan seluas 120.551 hektar, yang sebelumnya sebagian termasuk wilayah Perhutani, dialihkan menjadi bagian dari Taman Nasional Ujung Kulon. Perubahan ini tentu berdampak pada kehidupan masyarakat desa yang telah tinggal di sekitar kawasan yang sekarang dijadikan Taman Nasional.

Daerah yang berbatasan langsung atau berdekatan dengan TNUK dikenal sebagai kawasan penyangga. Untuk mengatasi masalah yang dapat mengganggu fungsi TNUK, peningkatan peran kawasan penyangga diusulkan. Salah satu desa di Taman Jaya, yakni kampung Cimenteng, direncanakan sebagai model kampung ekologis atau ecovillage.

Selain itu, beragam hewan lainnya seperti macan tutul, anjing liar, kucing macan tutul, luwak Jawa, serta beberapa spesies musang juga hidup di Taman Nasional Ujung Kulon. Kawasan ini juga menjadi habitat bagi tiga spesies primata endemik, termasuk owa Jawa, monyet daun Jawa, dan monyet daun perak.

Lebih dari 270 jenis burung telah tercatat di sana, termasuk reptil darat, amfibi, dua spesies ular Python, dua spesies buaya, serta berbagai jenis katak dan kodok.

Kesultanan Banten merupakan entitas penting dalam sejarah daerah tersebut. Meskipun lokasinya tidak secara langsung terhubung dengan Ujung Kulon, kesultanan ini memberikan latar belakang sejarah yang kaya bagi wilayah Banten secara keseluruhan. Kesultanan Banten memiliki pengaruh budaya, politik, dan ekonomi yang signifikan di wilayah tersebut pada masa kejayaannya.

Walaupun Ujung Kulon sendiri mungkin tidak secara langsung terlibat dalam sejarah politik kesultanan tersebut, namun keberadaannya dalam wilayah yang secara historis terkait dengan Kesultanan Banten menunjukkan kekayaan alam dan keindahan alam yang terjaga di sekitar tempat yang memiliki sejarah yang kuat seperti Kesultanan Banten.

Dalam konteks modern, Taman Nasional Ujung Kulon menjadi salah satu aset penting dalam upaya pelestarian alam di wilayah Banten yang juga menggambarkan pentingnya menjaga dan melestarikan warisan alam di tempat yang memiliki sejarah budaya yang kaya seperti Kesultanan Banten.

Taman Nasional Ujung Kulon di Banten memainkan peran penting sebagai penjaga keanekaragaman hayati yang semakin langka di dunia ini.

Dalam keindahannya, ia menjadi rumah bagi spesies-spesies langka, termasuk badak Jawa yang ikonik, menjadikannya jendela ke masa lalu alamiah kita. Namun, tantangan yang dihadapinya semakin nyata seiring dengan terus terusiknya habitatnya. Penting bagi kita untuk terus mendukung upaya pelestarian yang berkelanjutan, memberikan perlindungan bagi hewan-hewan endemik yang menjadi simbol kekayaan alam Indonesia.

Dengan upaya bersama, kita dapat memastikan bahwa keindahan alam dan keanekaragaman hayati yang terpaut erat dengan sejarah, seperti yang terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon, dapat dinikmati oleh generasi mendatang.


Referensi :

1. Sejarah - Status Kawasan - Taman Nasional Ujung Kulon [Internet]. [cited 2023 Nov 22]. Available from: https://tnujungkulon.menlhk.go.id/show/index/12/Sejarah---Status-Kawasan

2. Taman Nasional Ujung Kulon: Tak Sekedar Suaka Badak Jawa | Indonesia Baik [Internet]. [cited 2023 Nov 22]. Available from: https://indonesiabaik.id/infografis/taman-nasional-ujung-kulon-tak-sekedar-suaka-badak-jawa

3. Sejarah - Status Kawasan - Taman Nasional Ujung Kulon [Internet]. [cited 2023 Nov 22]. Available from: https://tnujungkulon.menlhk.go.id/show/index/12/Sejarah---Status-Kawasan

Comments